Belanda saat ini berada di tengah ‘bencana medis’ yang mencemaskan setelah terungkapnya skandal besar tentang penyalahgunaan donor sperma. Fenomena ini terungkap oleh NVOG, organisasi ginekologi dan kebidanan nasional Belanda, yang mencatat bahwa lebih dari 80 pendonor sperma berhasil menjadi ayah dari 25 anak atau lebih. Praktik ini melanggar aturan yang bertujuan untuk melindungi anak-anak dari risiko inses dan konsekuensi lain yang merugikan.

Diketahui bahwa Belanda menetapkan batas maksimal untuk jumlah anak yang dapat dilahirkan dari seorang pendonor sperma, yaitu 12 anak. Aturan ini dirumuskan pada tahun 2018, namun baru mulai berlaku pada bulan April tahun ini. Untuk itu, sebuah sistem pendaftaran nasional dan pengkodean telah diimplementasikan demi menegakkan ketentuan tersebut, yang sebelumnya tidak dijalankan dengan baik oleh banyak klinik kesuburan di Belanda.

Sejak tahun 1990-an, praktik penyimpangan ini sudah terdapat saat hukum masih mengizinkan sponsor untuk mendonorkan sperma hingga 25 anak per donor tanpa pengawasan yang ketat. Namun, identitas pendonor tidak wajib diungkapkan, sehingga ini menjadi tantangan besar bagi pelaksanaan hukum tersebut. Dengan dilarangnya donasi sperma anonim sejak tahun 2004, situasi ini semakin memburuk.

Salah satu contoh paling mencolok dari fenomena ini adalah Jonathan Jacob Meijer, seorang donor sperma yang diyakini telah menjadi ayah dari setidaknya 550 anak di seluruh dunia. Meijer adalah salah satu dari sedikit “donor massal” yang diidentifikasi. NVOG menyatakan menemukan setidaknya 85 donor massal lainnya, yang mengakibatkan ratusan hingga ribuan anak mungkin memiliki banyak saudara tiri.

“Jumlah donor massal seharusnya nol,” tegas ginekolog Marieke Schoonenberg dalam sebuah program TV. Penyataan ini menyoroti keprihatinan mendalam di kalangan tenaga medis terhadap situasi ini. Faktanya, sebagian besar dari donor sperma di Belanda kini menjadi ayah biologis bagi antara 26 hingga 40 anak, dengan beberapa individu mencatat jumlah hingga 75 anak.

Dalam upaya perbaikan, NVOG kini tengah menyiapkan daftar nasional retroaktif untuk pendonor dan ibu, agar setiap donor tidak terpakai untuk lebih dari 12 konsepsi. Sayangnya, banyak klinik fertilitas yang tampaknya sengaja mengabaikan peraturan, termasuk penggunaan pendonor yang sama lebih dari 25 kali tanpa persetujuan dari pihak-pihak yang terlibat. Ties van der Meer, anggota Stichting Donorkind, menyebut temuan ini sebagai “bencana medis.” Ia mengungkapkan, “Kepercayaan masyarakat terhadap sistem medis dan pemerintah telah rusak. Tidak hanya anak-anak yang terdampak, tetapi juga para donor yang mengalami tekanan lebih.”

Dengan populasi Belanda yang padat, ancaman terhadap praktisitas dan kesejahteraan anak-anak yang mungkin menyadari angka saudara tiri mereka di masa depan sangat nyata. Contohnya, potensi mereka untuk membangun hubungan romantis di masa depan menjadi kompleks, di mana mereka perlu melakukan tes DNA untuk memastikan tidak terlibat dengan kerabat dekat.

Skandal ini menggambarkan betapa pentingnya regulasi yang ketat dalam sistem donasi sperma dan tantangan yang dihadapi ketika batasan-batasan tersebut tidak diimplementasikan dengan benar. Konsekuensi dari pengabaian terhadap kebijakan ini tidak hanya mencakup tantangan hukum dan etika, tetapi juga dampaknya terhadap kesejahteraan emosional dan sosial yang akan dirasakan oleh generasi anak-anak yang tumbuh dalam situasi yang rumit ini. Dengan langkah-langkah yang diambil oleh NVOG, diharapkan krisis ini dapat diminimalkan di masa depan.